sumber gambar : |
Sudah
setahun setelah kejadian aneh itu terjadi, aku sering sekali bermimpi mengenai
sebuah kendi. Entah kendi apa, setiap kali aku hendak mendekati kendi itu
mimpinya buyar. Buyar oleh gumpalan ombak besar yang meluluh-lantakkan
perahu-perahu nelayan di pesisir pantai. Aku pun terjaga di sepertiga malam
yang dingin.
***
Aku
teringat dengan sebuah buku tua yang pernah aku bawa dulu. Mencari
lembaran-lembaran yang dapat menerangkanku mengenai kendi tersebut. Dan kemudian
aku tersentak ketika di lembar berikutnya aku melihat gambar sebuah kendi yang
begitu mirip dengan kendi dalam mimpiku. Sebuah kendi yang ternyata berisi air
keabadian. Gunung Mandara yang tingginya sebelas ribu *yojana dijatuhkan ke
laut Ksera sebagai tongkat pengaduk samudera yang sangat luas dan dalam itu. Setelah
usaha maha hebat diusahakan untuk mengaduk-ngaduk samudera, akhirnya keluarlah
Dhanwantari membawa kendi berisi tirta amerta.
***
“Atharwa…
tolonglah aku, tolong” suara itu berteriak memanggilku. Aku mencari-cari asal
suara itu. Sebuah lorong besar menarikku masuk ke dalam. Disana aku bertemu
Anggabaya, seorang yang berkuasa di masanya. Aku menemukan dirinya sedang duduk
diatas singgasana dengan mata yang sembab. Mataku terhenti pada sebuah benda di
sebelahnya, Kendi tirta amerta. “Atharwa,
tolong bawakan aku kehidupan abadi yang sebenarnya”. “Apa maksudmu Anggabaya?”
Anggabaya menjawab pertanyaanku hanya dengan menunjuk ke arah jendela. Disana
terlihat lautan terbentang luas.
“Aku
sudah tua dan tidak mampu berjalan, namun aku akan terus abadi” Dia berbicara sambil
menatap ke arah kendi. Aku mengerti maksudnya. “Baiklah, aku akan coba
menolongmu”. Aku pun berlari keluar mendekati lauan luas itu. “Laut Ksera”. Tempat
ini tidak asing bagiku. Segera aku dorong perahu layar ke arah lautan aku
dayung sampai ke pulau sangka. Selain
tirta amerta, saat samudera diaduk-aduk oleh para dewa dan raksasa, racun
mematikan yang disebut halahala menyebar. Dan racun itu berada di perairan sekitar pulau sangka,
tempat gunung mandara berada. Aku segera mengambil air halahala sekitar pulau
itu ke dalam kendi yang sudah aku siapkan dari tempat Anggabaya.
Setelah
selesai aku segera berlayar kembali ke tempat Anggabaya menungguku. Menunggu
harapan, sebuah kehidupan baru yang lebih abadi. “Ini, air halahala pulau
sangka” Aku membantunya mengeguk air tersebut. Sebelum ia menghabiskan air
tersebut, ia menatapku dan berbisik padaku “Terima kasih Atharwa, Engkau telah
menolongku pergi dari kehidupan abadi yang menyesatkan ini” kemudian dia mereguk
kembali air tersebut. Beberapa menit kemudian, Anggabaya menghebuskan nafas
terakhirnya.
***
Suara
kokok ayam membangunkanku.
Lengan
baju dan ujung celana panjangku sedikit basah. Aku dapati pasir-pasir menempel
di telapak kakiku.
Catatan
:
*Yojana : Nama kesatuan ukuran
jarak (4 kresa = 9 mil Inggris = kurang lebih 15 km
)
400
kata (diluar catatan kaki), meramaikan Prompt#31 Tirta Amerta
Terinspirasi
dari cerita Liontin Atharwa