Kenang Bidari

 
pic source 


“Kriiikk… duk”, suara pintu terbuka dan tertutup kembali. Pak Umar yang sedang mengepel teras kelas kaget. Ia langsung melangkah belok ke arah lorong kelas 7-C yang berada dibelakangnya. Lampu-lampu di lorong itu masih menyala. Di Ujung lorong ada sebuah pintu menuju kantin dan parkiran. Perasaannya yakin ada orang yang baru saja keluar dari pintu tersebut. Saat hendak berbalik, mata pak Umar sempat menangkap sebuah loker yang tidak tertutup rapat. Ia pun mendekati loker tersebut dan mengeceknya.

Dahi pak Umar mengernyit melihat apa yang ada di dalam loker. Sesaat ia menyadari bahwa itu adalah loker putri semata wayangnya Bidari. Bidari bersekolah di sekolah tersebut. Ia merupakan anak baik dan pintar. Pak Umar dan istrinya sangat sayang kepada Bidari. Ia segera mengambil benda asing yang berada di dalam loker tersebut. Sebuah kotak panjang terbuat dari kayu berlapis bahan beludru merah marun. Dibukanya kotak tersebut, didalamnya ada beberapa lembar cek kosong yang sudah ditanda-tangani dan sebuah surat tanpa nama,

“Terima kasih banyak atas semua yang Bapak dan keluarga berikan untuk Bidari”.

Ingatan pak Umar melayang pada 13 tahun lalu, ia teringat ucapan terakhir seorang perempuan yang meninggal beberapa saat setelah melahirkan Bidari di rumah sakit yang sama dengan tempat Istrinya dirawat. “Pak, Tolong jaga anak ini dengan baik. Jagalah seperti anak Bapak sendiri namun ingatlah bahwa tidak selamanya ia akan menjadi milikmu”. Pak Umar yang saat itu sedang sedih karena istrinya keguguran, merasa senang  diberikan seorang bayi, “ini merupakan hadiah dari Tuhan”, fikirnya saat itu.

Pak Umar berlari membawa kotak tersebut menuju rumahnya di belakang sekolah. Sambil berteriak teriak memanggil Bidari. “Bidari… Bidari…”. Istrinya yang sedang memasak bingung melihat tingkah suaminya yang tidak biasa. “Ada Apa Pak, Kok teriak seperti itu?” “Bidari mana bu?”. “Tadi Bidari pamit pergi sama gurunya, katanya ada les tambahan”. Dan sejak saat itu Bidari tak pernah kembali.



Wilda Hurriya

7 komentar:

  1. Lah. Ibunya udah meninggal. jadi siapa dong yang "ambil" Bidari?

    Beberapa koreksi ya...
    Pikir, bukan fikir.
    Pemakaian huruf kapital dan tanda baca dalam dialog masih belum benar ;)

    Keep writing!

    BalasHapus
  2. komen saya udah diwakili sama kak carra... :)

    BalasHapus
  3. asyikk ada mom carra....

    iya nih, masalah teknis nulis masih belum dikuasai. kudu belajar teruss...
    belajar belajar belajar latihan latihan latihan...

    thanks ya mom

    BalasHapus
  4. iya mas jampang diculik sama gurunya,
    ceritanya si guru ini adalah ayah kandung Bidari, cuma gak boleh lebih dari 300 kata ya gitu deh :D

    BalasHapus
  5. diculik sama gurunya, yang notabene adalah ayah kandungnya. Sebelum Ibunya Bidari meninggal, dia minta tolong sama pak Umar untuk merawat Bidari, namun Ibu Bidari mengingatkan bahwa tidak selamanya Bidari akan menjadi milik pak Umar. Itu dikarenakan Ibu Bidari tahu kalau ayah kandungnya tidak akan tinggal diam, ia akan terus mencari Bidari. Ibu Bidari selama ini selalu menghindari, bersembunyi dari Laki-Laki yang sudah memperkosanya itu. Laki-Laki itu terobsesi dengan Ibu Bidari...

    eh jadi panjang...
    maap

    BalasHapus