Judul : Apartemen 666
Penulis : Sybill Affiat
Editor : Triani retno A
Desain Cover : Teguh Santosa
Layout Isi : Deejee
Penerbit : Stiletto Book
Tahun : 2013
ISBN : 978-602-7572-10-2
Penulis : Sybill Affiat
Editor : Triani retno A
Desain Cover : Teguh Santosa
Layout Isi : Deejee
Penerbit : Stiletto Book
Tahun : 2013
ISBN : 978-602-7572-10-2
Bagaimana perasaanmu jika setelah kamu kehilangan sosok seorang Ibu untuk selamanya, kamu pun kehilangan pekerjaan yang sangat kamu butuhkan demi menopang kebutuhan hidupmu? Sedih. Iya tentu kita akan merasakan kesedihan. Begitu juga dengan tokoh utama dalam cerita di buku ini, Samara.
Samara baru saja berduka karena telah ditinggal Ibu yang begitu dicintai untuk selamanya. Setelah itu ia pun harus rela kehilangan pekerjaan yang sudah digelutinya dua tahun belakangan. Terlebih, atasannya sendiri yang membuat ia kehilangan pekerjaan tersebut. Atasan yang telah ia percaya akan menepati janjinya untuk tetap memperkerjakannya setelah cuti beberapa bulan guna merawat Ibunya. Samara benci kepada atasannya. Atasan yang sebelumnya sangat ia hormati dan ia segani. Kini menjadi orang yang sangat ia benci. Samara dendam kepada atasannya. Dan rasa dendam inilah yang menjadi awal dari tersingkapnya lingkaran setan yang berabad-abad telah meraja dalam singgasana kemewahan duniawi.
Setan itu sungguh pintar mengelabuhi setiap insan Tuhan untuk bertolak menghamba padanya. Roda berputar begitu cepat, berbalik 360 derajat. Keadaan Samara dan suaminya Bisma yang sebelumnya sangat terpuruk, bahkan untuk membayar uang sewa kontrakan saja mereka tidak mampu. Kini, mereka ditawarkan tempat tinggal yang mewah beserta seluruh fasilitasnya secara cuma-cuma. Akal sehat manusia pasti menyatakan hal ini tidak mungkin. Tidak mungkin diberikan cuma-cuma tanpa imbalan, tanpa balasan. Namun, sekali lagi, inilah siasat Iblis untuk menjerumuskan manusia. Siapa yang menolak diberikan tempat tinggal di apartemen mewah kelas atas ditengah ketidakpunyaan akan tempat tinggal?
Dalih-dalih pembenaran pun menguap. Ini mungkin keberuntungan Samara yang mendapatkan atasan baru yang sangat baik. Lagipula Apartemen mewah ini diberikan kepadanya untuk memudahkan mobilitasnya dalam bekerja. Itulah salah satu dalih pembenarannya. Bisma yang awalnya sempat menolak, tetapi kemudian ia pun menjadi tidak mampu mengindahkan keragu-raguannya dalam menerima tawaran bos baru istrinya itu. Mereka pun menerimanya, mereka kini tinggal di apartemen itu. Lalu, apa yang terjadi pada mereka?
Awalnya, saya mengira Apartemen 666 itu adalah apartemen nomor 666 yang angker. Ada banyak penampakan dan cerita misterius. Hanya yang nomor 666. Tetapi ternyata, Apartemen 666 ini adalah sebuah mahakarya bersejarah, seluruh bangunan Apartemen yang megah, dihiasi oleh ornamen-ornamen seni yang tinggi. Cita rasa keangkuhan dalam setiap inci bangunan. Bangunan mewah ini sangat menjaga kualitas. Tidak sembarang orang bisa tinggal disini. Hanya orang-orang yang terpilih. Dibangun bukan untuk tujuan komersil, bangunan ini tidak berdiri gagah di tengah kota. Tidak dipasarkan melalui iklan-iklan atau promosi di berbagai media. Sungguh beruntung orang-orang terpilih itu? Tidak, tetapi kenyataannya tidak seberuntung itu.
Samara dan Bisma menjadi orang pilihan. Pilihan siapa? Siapa yang memilih? Kamu harus cari jawabannya di buku ini. Dan kamu akan diajak untuk menjadi sakit hati dan mendendam. Kemudian diberikan pilihan untuk terus mengikuti dendammu, atau membuka hatimu untuk dapat memaafkan, mengikhlaskan.
Cerita ini cukup menarik. Menarik karena diluar dugaan saya :D Begitu misterius, se-misterius makhluk menyeramkan yang datang tiba-tiba di kehidupan Samara. Samara dikunjungi nenek moyangnya. Nenek moyang yang mengungkap tabir rahasia akan visi misi Iblis untuk membalas dendam. Dendam kesumat. Oh, Dendam. Satu kata yang lahir dari goresan luka di hati. Luka yang membusuk, tidak bisa diobati, tidak ingin terobati. Hanya ingin membalas dan terbalaskan.
Apartemen Dajjal ini adalah
mediasi Surtikanti untuk membalaskan dendamnya kepada orang-orang yang
telah berbuat jahat kepadanya. Siapa Surtikanti? apa peran dia dalam menghancurkan kehidupan Samara yang ternyata adalah keturunannya? Lagi-lagi saya sarankan untuk membaca buku ini. Dan fiksi horor pun memiliki sebuah pembelajaran, yakni:
1. Pembelajaran untuk dapat menilai sebuah masalah dengan seimbang. Bukan hasil tebak-tebak ataupun bayangan dalam fikiran kita. Karena tidak selamanya fikiran kita putih. Tidak selamanya fikiran kita jernih hingga mampu menilai mana yang salah dan mana yang benar. Kita butuh penyeimbang. Kalau kita sedang bermasalah dengan orang lain, baiknya kita mengklarifikasi permasalah tersebut dengan orang yang bersangkutan. Bukan hanya mendengar pandangan atau argumen orang-orang sekitar yang terlihat sangat mengerti namun sebenarnya tidak tahu apa-apa. Hati-hati!
2. Kita pun akan menyadari kembali, (mengapa menyadari kembali, karena sesungguhnya kita semua sudah tahu akan hal ini) bahwa kebahagiaan yang sesungguhnya itu bukanlah berasal dari harta yang melimpah, bukan dari kesuksesan karir yang cetar membahana, bukan juga dari kemenangan kita atas sebuah turnamen. Tetapi, bahagia itu berasal dari harta yang halal, (Kalau melimpah dan halal, ini adalah berkah. Alhamdulillah) :), berasal dari karir sukses yang digapai dengan cara yang baik, yang lurus. Bukan dari hasil sodok sana sini, bahkan sampai mengorbankan harga diri. Bukan dari kemenangan atas penderitaan orang lain. Kita bisa menjadi pihak yang kalah namun sebenarnya kita sudah menang. Semua tergantung kepada bagaimana prosesnya. Jika proses apapun itu dilewati dengan cara yang baik dan benar, lalu kemudian apapun hasilnya kita syukuri, maka disitu lah kita akan merasakan kebahagiaan. Ya, Bahagia itu tidak rumit ternyata, cukup sederhana, cukup dengan syukur.
3. Kita kerap mencari pembenaran dari kesalahan yang kita buat dengan menyalahkan orang lain. Ya, hal ini sudah tidak perlu disanggah. Misalnya seperti ini;
"Saya jadi sering terlambat masuk kantor, karena anak saya menangis tidak ingin ditinggal."
Ia menyalahkan anaknya, padahal kalau ia bangun lebih awal sebelum anak bangun, hal terlambat bisa tidak terjadi.
"Setelah menikah, saya jadi kurang produktif. Akhir pekan saya habiskan dengan bersantai saja, menonton TV, dan tidur."
Ia menyalahkan pernikahan, padahal yang menggerakkan dirinya untuk beraktifitas pada akhir pekan bukanlah sebuah pernikahan, bukan juga suami/istrinya. Tetapi dirinya sendiri.
"Saya ingin menulis, tetapi terhambat karena tidak ada laptop."
Dan setelah ia punya laptop, ia tetap tidak menulis. Mengapa? karena inti dari menulis bukan pada alat menulisnya, tetapi pada proses menulis itu sendiri. Kalau tidak pernah dimulai, tidak akan pernah tercipta sebuah karya.
dan lain sebagainya.
Samara pun mengalami perang batin, ketika dia menyadari bahwa semua perbuatan tercela yang dilakukannya ia lakukan dengan penuh kesadaran. Bukan perintah siapapun termasuk Atasannya. Namun, Samara menyalahkan Atasannya karena telah memberinya Apartemen terkutuk itu. Lalu, siapa yang benar-benar patut disalahkan? Keadaankah? Memang tidak mudah, tetapi sebenarnya kita selalu disajikan dengan pilihan. Tinggal kitanya yang memilih jalan mana yang akan kita tempuh.
"Saya jadi sering terlambat masuk kantor, karena anak saya menangis tidak ingin ditinggal."
Ia menyalahkan anaknya, padahal kalau ia bangun lebih awal sebelum anak bangun, hal terlambat bisa tidak terjadi.
"Setelah menikah, saya jadi kurang produktif. Akhir pekan saya habiskan dengan bersantai saja, menonton TV, dan tidur."
Ia menyalahkan pernikahan, padahal yang menggerakkan dirinya untuk beraktifitas pada akhir pekan bukanlah sebuah pernikahan, bukan juga suami/istrinya. Tetapi dirinya sendiri.
"Saya ingin menulis, tetapi terhambat karena tidak ada laptop."
Dan setelah ia punya laptop, ia tetap tidak menulis. Mengapa? karena inti dari menulis bukan pada alat menulisnya, tetapi pada proses menulis itu sendiri. Kalau tidak pernah dimulai, tidak akan pernah tercipta sebuah karya.
dan lain sebagainya.
Samara pun mengalami perang batin, ketika dia menyadari bahwa semua perbuatan tercela yang dilakukannya ia lakukan dengan penuh kesadaran. Bukan perintah siapapun termasuk Atasannya. Namun, Samara menyalahkan Atasannya karena telah memberinya Apartemen terkutuk itu. Lalu, siapa yang benar-benar patut disalahkan? Keadaankah? Memang tidak mudah, tetapi sebenarnya kita selalu disajikan dengan pilihan. Tinggal kitanya yang memilih jalan mana yang akan kita tempuh.
Andaikan sejak awal, Samara memiliki kekuatan untuk bisa keluar dari fikiran hitamnya dan menemui atasannya untuk sebuah penjelasan. Mungkin jalur ceritanya akan berbeda. Pun kesengsaraan yang akan dialami oleh Samara, namun setidaknya ia tidak menjadi pengikut Iblis. Pengikut Iblis? Samara menjadi pengikut Iblis? Tidak, atau mungkin juga sudah Iya.
Penasaran kan? Baca cerita ini dan temukan sensasi mistismu sendiri :)
Penasaran kan? Baca cerita ini dan temukan sensasi mistismu sendiri :)