http://weheartit.com |
5 tahun mengenalnya selaras dengan pengenalanku terhadap aroma coklat yang selalu ia seduh setiap kali kami selesai bercinta. “Wow besar sekali,” serunya sambil pelan-pelan ia mengupas kulit pisang berukuran jumbo. “Melon ini juga besar,” kali ini aku berseru sambil merapatkan melon itu ke dadanya, membisikan rayuan semanis coklat, turun ke lehernya yang masih menyimpan aroma voyager eau de toilette. Aku mengecupnya mesra, berulang kali.
Seperti
menghadiri undangan jamuan peri surga, kami berdua terbang tinggi ke langit
ketujuh. Tubuhku dan tubuhnya seperti coklat yang sedang dalam proses temper,
meleleh. Bibirku habis dilumat oleh bibirnya yang sensual, berkali-kali sambil
tak henti jemari lentiknya meremas-remas paha dan juga bagian diantara kedua
pangkal pahaku. Aku mengerang. Dia tersenyum nakal. Aku membalas menindihnya,
Ini bagian kesukaannya, kemarin perempuan ini dengan manja memintaku untuk
menyusu.
Malam ini
adalah malam perpisahan sementara kami. Perempuan pecinta coklat akut ini pamit
pergi. Dia bilang ada urusan bisnis keluarga. “Hanya beberapa bulan sayang,
setelah itu aku dan kamu, bercinta lagi,” ujarnya setengah berbisik. Aku hanya
tersenyum. “Aku mencintaimu,” aku mengecup keningnya. Dia membalas dengan
mengecup bagian dalam pangkal pahaku. Dia melempar kembali piyama yang menutupi
tubuhnya, dan kembali menindihku.
9 Bulan
kemudian,
Hari yang
aku tunggu-tunggu akhirnya datang juga, dia menungguku di café favoritnya.
Namun, sesampainya disana bukan peluk rindu yang aku terima malah tumpukan
berkas aneh. “Masih saja mengurusi bisnisnya,” keluhku dalam hati. Hujan deras mengguyur
Ibukota. Petir bersahutan, angin kencang semakin menjelaskan buruknya cuaca
hari ini, seburuk perasaanku.
“Berhentilah mengoceh, nanti kamu tambah
kurus. Dan kamu, juga suamimu yang sok iye itu jangan pernah menghubungiku
lagi.” Lamat-lamat masih kudengar perempuan itu bicara. Setelah aku memutuskan
cukup memaki-makinya, membalikkan badan dan berlalu. Pasti dia fikir aku
berhenti karena ancamannya itu. Seperti dia mengira aku akan menerima semua
alasannya yang tidak masuk akal. Biar saja, buang-buang waktu dan tenaga kalau
diteruskan bicara dengannya. Dia tidak cukup cerdas untuk beradu bahasa. Lihat
saja, dia ingin coba membalas memaki tanggung benar.
Secangkir coklat panas pelan-pelan habis aku seruput. Sambil memandangi tampilan mailbox di layar laptop, sesekali aku pelajari berkas yang aku salin tadi siang.
Sent
folder;
Dear Marissa,
Perempuanku yang selalu kurindukan. Maaf atas sikapku tadi. Aku
tahu tentang hubungan kerja ayahmu dengan suamiku. Tenanglah, aku akan meminta
suamiku mengalah untuk tender itu. Kamu tahu itu mudah saja bagiku. Datanglah
ke apartemenku, aku telah menyiapkan cocoa mix untukmu.
With love
Your donna
aku bingung. belum bisa nangkep jalan ceritanya :(
BalasHapusHai mba Latree, point cerita adalah mereke lesbi.
BalasHapusMaaf, berarti saya masih gagal nih, maklum :D
Thanks