Dear Diary,
Pernah terjadi di kantor saya. Ada rekan kerja dipanggil
dan ditegur oleh atasan karena tulisan motivasi yang ada di ruang kerjanya.
Sebut saja ia Rangga (bukan nama sebenarnya) “Bulan April Mendatang, Harus
Punya Usaha Sendiri.” Begitulah kiranya kata-kata motivasi yang menghiasi ruang
kerjanya itu.
Ia dipanggil dan kemudian diberikan teguran
singkat yang intinya agar mencabut lembaran motivasi itu dan tidak lagi menaruh
hal-hal seperti itu di ruang kerja. Alasannya karena itu akan mempengaruhi
karyawan lain. Padahal sudut pandang lembar motivasi itu juga hanya dapat
dilihat jika orang-orang mendekat ke ruang kerjanya yang kebetulan berada di pojokan.
Saya mengetahui alasan lembaran motivasi itu bisa terpampang
di ruangannya. Padahal, motivasi itu berkaitan dengan target yang perusahaan
berikan juga. Masalah usaha, dia tidak terpikir untuk menghandle usaha itu
sendiri melainkan meminta bantuan
istrinya dirumah. Tetapi tetap saja, keputusan Bos sudah bulat dan tidak dapat
diganggu gugat.
“Print lagi saja pak lembar motivasi itu, namun
diperkecil dan letakan di sudut meja yang hanya kamu yang dapat melihatnya.
Atau jadikan wallpaper di laptop.” Saya sedikit memberikan pendapat yang
sedikit kontra dengan keputusan perusahaan. Rangga hanya diam, sepertinya raut
mukanya masih tegang, entah hal apalagi yang Bos sampaikan.
Teringat buku motivasi yang pernah saya baca.
Judulnya Advis Miliarder karya Tama Sinulingga. Buku tersebut adalah kumpulan
kata-kata dari orang-orang sukses. Dan salah satu diantara banyak kata-kata
mencerahkan itu adalah tentang loyalitas.
“Loyalitas sering lebih bernilai daripada
kapabilitas. Dan selalu ada tempat yang di dalamnya orang-orang tidak
berprestasi bisa bersembunyi. (Gary Hamel – Pakar Manajemen). Hahaha, dalem
banget ya. Tempat bersembunyinya orang-orang tidak berprestasi.
Ada benarnya juga ya kata-kata itu. Bagi sebagian
orang yang berjiwa pekerja, loyalitas adalah salah satu point utama dalam
berkarir. Namun bagi jiwa-jiwa pebisnis lain hal. Tidak ada itu loyalitas, yang
ada loyaltitas. Sampai tabungan cukup
untuk modal usaha, selanjutnya go resign. Loyaltitas = Loyal nya Tidak Tuntas.
Kembali ke Rangga. Bulan April yang menjadi target
memiliki usaha sendiri itu pun datang. Dan sepertinya targetnya meleset,
seperti melesetnya lembaran motivasi itu ke dalam keranjang sampah.
Apakah kemudian Rangga menyerah? Dan mengubur
keinginannya untuk memiliki usaha sendiri? Saya harap sih tidak. Semoga saja
dia mengikuti saran saya dengan print ulang dan mengecilkan ukuran kertasnya
atau menjadikan kata-kata motivasi itu sebagai wallpaper di laptopnya.
Karena kata-kata motivasi seperti itu memang
penting. Sangat penting. Kecuali mereka yang tidak ingin keluar dari zona
amannya. Saya sendiri pun sedang terus memutar otak untuk dapat keluar dari
zona aman ini. Loh kok, sudah aman malah mau keluar? Yah itu, yang ingin saya
rancang itu masa depan bukan masa kini.
Ingin kembali merevisi tambahan pada dreamboard
yang saya buat. Merapihkan kembali dan membingkainya. Sambil merencanakan bussiness
plan-nya. Meski Bill Hewlet, pendiri Hewlet-Packard pun mengatakan bahwa
rencana bisnisnya adalah tidak ada rencana bisnis. Tidak ada rencana bisnis
yang pasti, tetapi ia mampu sukses.
Karena apa? Mungkin- karena take action nya yang
tanpa ragu, dengan pengetahuan memadai, perhitungan yang tepat juga. Intinya
sebanyak apapun rencana kita, tetapi kalau kita tidak bergerak mewujudkannya
itu semua akan tetap menjadi rencana. Dan rencana akan hilang seiring
berjalannya waktu dan usia kita yang semakin menua.
Go Resign
Go Bisnis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar