Wilda Hurriya
  • Home
  • Review
    • Buku
    • Film
    • Teater
  • Fiksi Mini
  • Puisi
  • Random
  • Family
  • Techno Explorer
Sumber Gambar :

“Dewi Adya dan Dewi Alaka, kalian yakin misi ini akan berhasil dengan sempurna?” Tanya Dewi Aditi penuh cemas.

“Dewi Aditi, jangan cemas. Semua sesuai dengan rencana kita. Kita pasti berhasil melewati gerbang ini. Semua Dewa sedang asyik berpesta, tidak akan ada yang sadar kepergian kita sebelum kita sampai ke Bumi.” Dewi Alaka menggenggam tangan Dewi Aditi memberi keyakinan.

Akhirnya tiga Dewi tersebut berhasil menyelesaikan misi pergi dari Kahyangan. Misi ini mereka lakukan demi sebuah harapan akan cinta. Cinta yang dipertemukan takdir dalam mimpi mereka setiap malam.

Namun, belum sampai mereka bertemu cinta yang mereka impikan, seberkas cahaya mendekati mereka. Semakin dekat semakin membesar dan ternyata cahaya tersebut jelmaan Dewa Langit.



Dewa Langit tampak murka. “Kalian melanggar peraturan langit. Kalian harus dihukum!” Seketika tiga Dewi itu tertarik ke dalam sebuah lukisan. Mereka menetap dalam lukisan klasik. “Dewi-Dewi, kalian akan tinggal dalam lukisan ini sampai takdir mempertemukan kalian dengan cinta sejati.”

                                                     ---

5:34 pm 190914
149 kata diluar judul dan catatan kaki
5
Share
Sumber Gambar :

Antara Putihnya Kain Kafan dan Merahnya Darah


Petikan judul dalam catatan ini diambil dari ranting2 puisi yang aku tulis pada tahun 2006. Puisi utuhnya aku simpan di file organizer yang kemarin aku baca-baca guna memecahkan rindu. dan belajar dari pelajaran masa lalu yang aku sebut sebagai jejak berlengan, masa lalu jangan dilupakan tapi dipelajari! kini aku sedang belajar:)

Puisi ini lahir dengan sebuah gambaran tentang misteri kehidupan yakni kelahiran dan kematian. yang telah dijamin kerahasiaannya. nobody knows, when her/his time?

seperti,
nenekku...
kain kafan itu memeluk erat jasad nenekku. hari itu, sabtu 22 juli 2006, kakak sepupuku yang pertama kali menyadari kepergian nenek yang begitu sunyi. nenek tenggelam dalam tidur yang panjang padahal dengan niat tidur istirahatnya kala sakit. perutnya tidak lagi naik turun oleh sirkulasi udara. semua terhenti, untuk sebuah kehidupan yang fana. dan semua dimulai, untuk kehidupan abadi. Innalillahi wa inna ilaihi raajiuun.. semua memang milikNya dan akan kembali padaNya.

adikku...
darah itu milik ibu dan adikku. ibuku melahirkan bayi perempuan cantik nan mungil, dia adik kecilku, terpaut 19 tahun dariku. lahir tepat 3 hari setelah nenekku meninggal, 25 juli 2009. proses kelahiran yang begitu ... subhanallah, aku tak mampu menafsirkannnya lewat kata. perjuangan ibu yang, cukuplah bagi kita perjuangan ini sebagai alasan mengapa kita harus senantiasa menghormati, mentaati, menyayangi, berbakti pada sang bunga hati itu, ibu. darah yang begitu banyak keluar dalam proses ini, sakit yang begitu... oh sekali lagi aku tak bisa menafsirkan lewat makna. Qadarallah... adik kecilku lahir dengan selamat begitu juga ibu, senyum pun terlukis pada jendela hati rumah kami. kehadiran keluarga baru,... setelah kehilangan anggota keluarga lain.

dan pada waktunya kelak, aku, kamu, kita akan merasakan semua. dan barulah mungkin dapat aku tafsirkan lewat kata atas makna semua ini. kini aku masih harus terus belajar, belajar, dan belajar. belajar dari sekolah kehidupan.
selamat belajar!



0
Share
https://pixabay.com/id/photos/alam-lanskap-jalan-sinar-matahari-3807916/



Suara tak mengajak bibir dan lidah terbang mengepakkan sayap
Begitulah kiranya kata kasih dari seorang pujangga

Nafaspun berdiri tegak dan bebas
Pengenalan sebuah karakter dengan ribuan canda
Yang terbias dalam langkah keseharian
Tak hiraukan kepalsuan yang mungkin dapat singgah dan bermain

Ratusan bata, puluhan sekat yang diam kaku
Di lapisan langit terbawah
Di hembusan angin terpanjang
Masih kudapat merasakan kasihmu begitu dekat

Waktupun menunjukkan perannya
Engkau semakin kental dalam taman pikiranku
Dari suara aku mengenalmu
Dari bisikan angin aku memandangmu

Sekiranya tuhan mempertemukan kita
Dengan apa aku akan merangkai senyummu?

Engkau seorang pengagum cinta yang baru menggenggam warna merah jambu
Engkau seorang pengembara yang belum kunjung menatap kehakikian cinta

Ilustrasi bunga mawar yang pernah kukirim untukmu
Adalah jiwa yang tertinggal
Musim yang akan terus bermusim
Waktu yang akan terus berputar
Hidup dan mati yang selalu merangkul

Tatapmu yang tajam
Mengiris pikir ke dalam bagian tanya
Semoga mampu mengajari hati
Untuk dapat merasakan tanpa menyentuh
Meyakini tanpa melihat

Dan kau akan berjalan di dunia fana ini dengan mata hatimu



0
Share

https://pixabay.com/id/photos/laut-mengalir-karang-batu-pantai-3025268/



Apakah tumbuh dari sebuah karang atau air yang membeku?

Pertama kali hanya untuk menghargai
Namun selanjutnya menjadi sebuah pelabuhan emosi
Tempat singgahnya air mata, marah, dan ceria

Tak ubahnya permainan waktu yang misterius atau sekedar fenomena biasa
Ukiran sebuah persahabatan yang entah akan selalu bermusim
Atau hanya pelengkap cerita dunia
Namun semua tak lepas dari ketidakabadian dan akan menjadi kenangan

Semua ini hanya sebuah perjalanan yang berliku-liku dan panjang
Kan terekam pada sebuah catatan di lembaran buku harian

Apakah tidak ada makna yang lebih bergaris?
Tentu saja ada!

Fana mengajakku ke dalam putaran roda
Terkadang di bawah terkadang di atas
Hari ini suka, esok duka
Dan berselimut kebersamaan

Ribuan makna dalam terangnya cahaya matahari
Arti hidup yang lepas dari kesendirian
Lalu apa yang lebih berarti dari semua ini/

Saat terjaga dalam suka yang sebenarnya
Hanyakah semua ini sebuah perbandingan
Atau hanya sekedar permainan

Katakana dengan fitrah yang kau miliki
Apa arti semua ini? Kebersamaan dengan segala pelengkapnya, bagimu apa?

Mungkin aku terlalu menuntut kesempurnaan
Namun hari nurani ini tidak dapat tertipu
Dia lebih melihat dari mata yang ditegakkan

Dan semua nyata mengatakan lebih dalam
Dari yang sesungguhnya, maka semua bukannya  yang satu

Lalu, sudahkan semua ini?

Empat masa dengan musimnya yang selalu berganti
Hari-hari kita pun ikut berganti bersama senja
Dengan nyanyian merdu yang semakin terpatri
Kitapun meraja dalam waktu

Dan semua menjadikan kau yang lebih nyata
Namamu terbingkai dalam alam fikir untuk menyambut esok
Hembusan nafasmu menutup ketakutanku

Kebaikanmu mengalahkan sebagian egoku
Kepolosanmu mengukir senyumku
Dan keras kepalamu adalah dirimu yang tak terganti


Kau adalah karangku yang polos
0
Share
https://pixabay.com/id/photos/musim-gugur-daun-alam-jatuh-6752841/


Gerak lembut yang tak terlihat oleh mata orang asing
Ketidakpekaan atas ketidakpekaan
Musim dengan segala keangkuhannya
Terus berperan sebagai penjaga cinta

Masih dengan senyum yang bersembunyi
Engkau bergerak dalam ruang yang dingin
Engkau bermimpi dalam tidur yang nyata
Engkau bermain dalam taman birumu
Engkaupun merangkul lautan
Yang akhirnya akan menenggelamkanmu

Entah waktu yang mana yang memperkenalkanmu
Semua yang kupikir sudah tertata, ternyata sama sekali belum menyentuh
Hingga akhir perjalanan musim yang luluh oelh senja dan kebersamaan

Kita tertawa dalam kemarahan
Terus hingga singgah di pelabuhan kebutuhan
Akankah semua buyar dengan kebosanan
Atau memang sudah tak ingin

Tahukah engkau…
Bagiku kau adalah sebuah buku dengan 101 halamannya
Namun hanya menuliskan 2 paragraf
yang masing-masing membicarakan tentang panas dan dingin
kobaran dan gemercik, membakar dan membanjiri
dan tahukah engkau
Bagiku kau juga sebuah tanda Tanya
Tanda tanya tanpa sebuah pertanyaan

Kuburan yang masih basah
Baru kemarin tangis itu mati
Kini luapan bara dari pikir dan rasa
sudah tak tertahankan

Kau pun melangkah laksana hakim tanpa sebuah perkara
Kau adili aku kala jiwamu tak satu
Hingga takkan pernah adil dalam masa, musim dan waktu

Entah…
Dengan kerutan di kening dan topangan dagu oleh kedua tangan
Menggambar rasamu, menyelidik kasihmu, menggenggam pengertianmu
Pada ruhku yang masih didepanmu

Adakah itu semua ku temui
Dapatkan aku mejamah harimu
Yang dulu dan kini
Rasa, kasih, pengertian
Seorang asing terhadap orang asing

Kamar pikir yang luas untukku
Masihkah ada?
Geramku menyimpan baris syair tak bernada
Begitu peluhpun menjadi tamu yang tak diundang

Mataku menangis
Mulutku bersua
Aku sakit
Bagiku perih tergores belatimu
Kau takkan mampu mengerti
Mungkin karena kau memang tak ingin mengerti

Terserah…
Hinalah aku, cacimakilah aku, goyangkan ketegaranku
Robohkan jasadku, kalau perlu bunuhlah aku
Dan itu lebih baik dari ukiran pilu oleh pengetahuan seni pahatmu



0
Share
https://pixabay.com/id/photos/awan-langit-jantung-biru-cinta-2436676/


Langit tampak cerah dalam musimnya yang ramah

Namun bicaralah kala wajahmu memucat dalam musimnya yang belum terganti
Jangan biarkan suaramu terbungkam oleh mulutmu

Rasakan gelisahnya sungai yang tak mampu lagi sendiri
Rasakan tandusnya tanah yang tak kunjung menuai kasih

Engkau tersakiti atau memang sudah menjadi
Kerikil hati yang tertanam di bukit dengan ketinggiannya
Menjadi kebanggaan dan menjadi halaman depan

Sosok yang terjamah oleh kefanaan
Melihat mimpi dari sudut pengasingan
Cobalah dengar bisikan angin yang berhembus
Dalam jiwamu yang paling tegar
Maka kau akan melihat sisi lain dari dunia ini

Cobalah untuk melangkah bersama ketetapan hati
Yang sudah mulai kau cari
Walau curam dan licin jalan yang kau tapaki
Dan bila kau terjatuh
Biarlah mimpimu yang lebih dalam yang akan menolongmu

Kau tak terlukis dalam kanvas
Sulit memberi warna dalam garis tubuhmu
Karena di setiap sisi kau punya rasa yang berbeda
Banyak yang harus tertuang untuk menjadi dirimu yang utuh

Waktu yang berputar atau angin yang bertiup
Mengantarmu ke genggaman tanganku
Mengisi separuh waktu dalam hariku
Bersama mengepak sayap di langit
Bersama menari di atas bumi dan bersama menangis di gelapnya warna hati

Sebagian tawa canda dan ruang hatiku adalah milikmu
Dan jangan ada ragu atau enggan untuk selalu memberi kasih

Sepi yang tergambar jelas oleh putaran dunia
Jangan kau bawa dalam redupnya cahaya hati
Kembali sibak keindahan laut
Dengan ombaknya yang teratur


0
Share
https://pixabay.com/id/photos/tangan-bersama-doa-masyarakat-5216585/


Petang yang menuntun tatapku untuk melihatmu lebih dalam
Lagi-lagi sebuah tanya yang diselumuti ketakutan
Aku berjalan di belakangmu dengan ragu
Namun apa semua terhubung dengan masa kini

Dan waktupun mengajariku tentang sebuah keberanian
Tak hiraukan resah, takut, dan aneh yang berkecamuk
Semua harus terungkap bersama pengorbanan
Dalam kurun waktu yang tak kenal sesal

Senjapun memberiku satu ruang untukmu
Untuk mengenal lebih dalam arti hitam
Dan mencoba melukiskannya di lembar putih yang dalam
Semua pun berjalan pelan

Mungkin semua tak serumit yang kubayangkan
Namun tak terhindarkan rasa yang memang sulit melebur
Menyatu dalam bingkisan perjalanan
Dan menjadi kebersamaan yang hampa

Karang di lautan masih dihempas ombak pasang surut
Pasir berdesir melengkapi nyanyian biru
Kapalpun mengalah pada pesisir pantai dan menepi
Tapi aku disini, tetap tak ingin pergi
Walau sakit terus merajai hari

Daub-daun berguguran melepas masanya
Semua jatuh dengan layu bersama perintah waktu

Bukan ingin sang kayu untuk meraja
Sekedar ongkos untuk pengorbanan
Dia hanya pinta satu kejujuran

Kembali ku reguk dua sisi yang bermakna
Kembali pula ku genggam rahasia yang tak pernah kubagi dengan kemunafikan
Hingga kafan membungkusnya

Maaf jika rasa untuk memiliki tak pernah ada pada aku
Namun yang lebih dalam bukanlah itu
Melainkan jiwa yang selalu berdoa demi kebaikan

Tak ada yang berubah dan semua tetap sama
Menjalani untuk memenuhi penyesuaian

Dan tetap aku malas untuk bersuara
0
Share
https://pixabay.com/id/photos/matahari-terbenam-fajar-matahari-3331503/


Kamu adalah fajar yang hadir dalam senjaku

Bernafas dalam jiwa yang kutinggal di senja itu
Senja yang telah berlalu bersama angin kenangan
Melafazkan lika-liku hidup masa laluku
Separuh jiwamu adalah cermin jiwaku
Tepatnya untuk masa itu

Masa yang telah berlalu dengan beragam warna
Di bingkai dengan pigura emas putih
Yang kugantungkan pada dinding hati paling dalam
Duniamu kini adalah duniaku di masa lalu
Surgamu kini adalah surgaku di masa lalu
Kembali melukis fajar di kanvas senja

Titik-titik membentuk garis dengan sudut horizontal dan vertikal
Alam pun memainkan perannya
Angin yang berhembus melalui gambar daun yang bergoyang
Dingin yang merasuk melalui malam yang menggigil
Fajar pun mengetuk waktunya dalam lembar kanvas berikut

Kembali titik-titik tersebut membentuk garis
Kini dengan sudut persfektifnya yang mengajari kedewasaan
Waktu yang terenggut bersama kesibukan masa yang luar biasa
Cinta yang tersesat bersama cinta itu sendiri
Senyumpun mengukir lukisan itu dengan sempurna
Tanpa sebuah titah
Tanpa sekelumit pamrih,
Jadilah fajar yang akan terus bersinar dengan apa adanya kamu



0
Share
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

About Me

Keluarlah, lampaui gagasan sempitmu tentang benar dan salah. Sehingga kita dapat bertemu pada “Suatu Ruang Murni” tanpa dibatasi berbagai prasangka atau pikiran yang gelisah (Rumi) 
        hurryawilda [at] gmail [dot] com

Follow me

  • facebook
  • pinterest
  • twitter
  • instagram

Labels

Buku (6) FaMiLy (9) FiksiMini (16) Film (1) PuiSI (25) RanDoM (21) Review (8) Teater (2) TechnoExplorer (4)

Arsip Blog

  • ►  2024 (2)
    • September (2)
  • ►  2022 (1)
    • Januari (1)
  • ►  2021 (17)
    • Desember (11)
    • November (2)
    • Januari (4)
  • ►  2020 (5)
    • Oktober (1)
    • Agustus (1)
    • Februari (3)
  • ►  2016 (4)
    • Desember (1)
    • Agustus (2)
    • Maret (1)
  • ►  2015 (31)
    • Desember (1)
    • November (1)
    • Agustus (3)
    • Juli (4)
    • Juni (2)
    • Mei (3)
    • April (8)
    • Maret (8)
    • Februari (1)
  • ▼  2014 (15)
    • September (1)
    • Juli (13)
    • Februari (1)
  • ►  2013 (7)
    • Desember (1)
    • November (3)
    • Oktober (3)
  • ►  2012 (3)
    • Desember (3)
  • ►  2011 (2)
    • Juni (1)
    • Mei (1)

Popular Posts

  • Rumus Excel Tidak Sama Dengan Hasil Kalkulator
    Hi,  Kamu pernah pakai microsoft excel 2007? Pernah mengalami hal seperti saya? yaitu, hasil di rumus excel tidak sama dengan dengan hasil...
  • Balada Mata Minus-Silinder
    Berawal dari 2 bulan lalu saat mengganti kacamata minus (-2) saya dengan yang baru. Karena pandangan jauh juga sudah agak kurang nyaman, jad...
  • Melacak Keberadaan HP Android
    Kenapa HP Andro kita harus dilacak? Bisa jadi ketinggalan, ada yang ngumpetin, lupa naro dimana, dicopet, dirampok, dicuri (Mudah-mudahan ...
  • Kenang Bidari
      pic source   “Kriiikk… duk”, suara pintu terbuka dan tertutup kembali. Pak Umar yang sedang mengepel teras kelas kaget. Ia langsung...
  • The Proposal
    Sumber Gambar : Kata teman-teman saya, posisi saya dikantor sudah enak, sudah nyaman. Masa sih? kok saya tidak merasa begitu ya. ...
  • Sang Mantan
    sumber gambar Pesona kota yang dijuluki paris van java ini memang mampu memanjakan mataku namun hati ini tetap saja sama, hambar. Set...

Total Tayangan Halaman

FB Page

IG: @wildahurriya

Twitter

Tweets by hurriyawilda
Copyright © 2015 Wilda Hurriya

Created By ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates